• Bagikan

Jakarta - Puslitbang Aplikasi Informatika dan Informasi dan Komunikasi Publik, Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian Kominfo, mengadakan FGD tahap ke-1 (satu) “Model Transportasi Online” di Hotel Oria lt.1, (12/04). FGD ini bertujuan untuk mendapatkan tanggapan dari para narasumber yang nantinya akan digunakan dalam menyempurnakan studi penelitian model transportasi online, yang diketuai oleh Maulia Jayantina Islami dengan narasumber Basuki Yusuf Iskandar, Denden Imadudin Soleh, dan Darmanigtyas.

Basuki Yusuf Iskandar menyampaikan bahwa kualitas penelitian masih seperti policy brief. “Penelitian ini kualitasnya masih seperti policy brief, sangat kurang di kerangka teorinya dan tidak ada sesuatu yang baru yang di angkat didalamnya. Kerangka teori yang bagus itu fundamental ekonomi. Nanti ada perubahan-perubahan bisnis yang baru, itu harus dipakai untuk mengerti permasalahan. Kemudian dari kerangka konsep tersebut bisa memberikan rekomendasi pengaturan,” ujar Kepala Badan Litbang SDM, Kementerian Komunikasi dan informatika tersebut.

Ia juga mengatakan bahwa Faktor teknologi tidak dapat merubah fundamental ekonomi tapi dapat merubah bisnis model. Hal ini yang disruptif terhadap bisnis model konvensional baik secara makro dan mikro. Karena itu perlu di pelajari juga mengenai makro dan mikro tersebut.

Denden Imadudin Soleh mengungkapkan bahwa ada kekosongan hukum di Kominfo. “Kominfo terdaftar sebagai penyelenggara sistem elektronik dan tidak mengatur bisnis proses, Kominfo hanya bisa memberi sangsi bila tidak sesuai dengan peraturan Kominfo. Kekosongan hukum di Kominfo itu apakah Kominfo bisa memberikan sangsi bila menginduk pada PermenHub? Kominfo bisa memberikan sangsi terkait proses IT bukan terkait proses bisnis. Sehingga perlu diatur pada level Perpres karena lintas sektor,” ujar perwakilan dari Ses Ditjen Aptika, Kementerian Komunikasi dan Informatika tersebut.

Sementara Darmaningtyas menjelaskan mengenai Peraturan Menteri (PM) 26 Tahun 2017 dan PM 108 tahun 2017. “PM 26 dan 108 itu mengenai undang-undang Lalu Lintans dan Angkutan Jalan (LLAJ), ada pada pasal 51 dan 52 soal kendaraan umum tidak trayek. Sedangkan pada PP 74 tahun 2017 mengenai angkutan jalan. Harusnya gojek mengacu juga pada undang-undang LLAJ. Tapi yang terjadi malah saling lempar tanggung jawab. Karena itu perlu ada duduk bersama antara Kominfo, Kemenhub, Keuangan (Ditjen Pajak) dan dari pihak Kepolisi-an”, ujar pengamat transportasi tersebut.

Ia juga berharap rekomendasi dari penelitian ini nantinya dapat mendorong perusahaan aplikasi menjadi perusahan angkutan umum. PP 82 direvisi untuk bisa mengaitkan ke PolEkSosBudHanKam. “Kemudian terkait dengan kerangka penelitian, jika Pak Basuki mengarah ke fundamental ekonomi, perlu dikaitkan dengan relasi kuasa. Bagaimana peran negara menjembatani antara pasar dan konsumen. Harus mengatur relasi tenaga kerja dan pajaknya. Jika nanti applicator jadi perusahaan angkutan umum, mau tidak mau harus ikut regulasi LLAJ”. (NM)


Label
puslitbang aptika dan ikp, fgd 1, transports online